JAKARTA, KOMPAS.com — Mewakili Pemerintah Indonesia sebagai pemenang pertama Unesco King Sejong Literacy Prize (penghargaan keaksaraan tingkat dunia), Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ella Yulaelawati memenuhi undangan Pemerintah Korea Selatan untuk mamaparkan pencapaian program keaksaraan di Indonesia, 7-12 Oktober lalu. Pada kesempatan tersebut, Ella berkesempatan melihat langsung aktivitas lembaga-lembaga pendidikan yang patut menjadi inspirasi bagi bangsa-bangsa di dunia.
Berbicara dengan Kompas di Jakarta, Senin (15/10/2012), Ella menuturkan sejumlah hal yang menakjubkan di negeri "ginseng" tersebut. Setidaknya, dapat memperkaya atau melengkapi varian dan menu program pendidikan keaksaraan di negeri ini.
"Pengalaman berharga yang dapat dipetik adalah Pemerintah Korea sangat serius dalam pendidikan dan pembelajaran orang dewasa berdasarkan asas kemanusiaan yang sangat hakiki," tutur Ella.
Pakar kurikulum dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini mencontohkan, di Korea Selatan terdapat institusi yang bernama National Institute for Lifelong Learning (NILE), yang menyusun kurikulum dan standar penilaian disertai modul-modul vokasional apik dan kontekstual. Lembaga ini melaksanakan program pendidikan sepanjang hayat, antara lain berupa sistem Akun Pembelajaran Sepanjang Hayat (Lifelong Learning Account System).
Ella menjelaskan, Pemerintah Korea Selatan juga sangat serius dalam pembelajaran keaksaraan orang dewasa. Hal ini teramati pada penyelenggaraan pendidikan orang dewasa yang merata dan bermutu di kota Suwon dan Icheon.
Di Suwon terdapat bangunan berlantai empat dari pemerintah untuk pendidikan dasar orang dewasa dengan peserta didik berusai 60 tahun ke atas. Di Icheon terdapat ratusan peserta didik dewasa termasuk para pekerja migran dari Vietnam, Laos, dan negara-negara ASEAN lainnya. "Mereka belajar aksara bersama-sama orang Korea yang berusia di atas 60 tahun dengan pendekatan seni dan budaya Korea. Misalnya, melalui musik dan seni-tradisi," urai doktor lulusan University of Queensland (Australia) ini.
Ella juga menghargai komitmen Kementerian Budaya, Pariwisata dan Olahraga Korea Selatan yang menganggarkan biaya bagi para peraih Unesco King Sejong Literacy Prize untuk berkunjung ke Korea Selatan, seperti yang teragendakan melalui Korean National Commision for Unesco.
Kunjungan ini diintegrasikan dengan peringatan Hangeul Day, yaitu tanggal 9 Oktober atau Hari Aksara Hangeul. Aksara Hangeul adalah Aksara yang diciptakan oleh Raja Sejong pada tahun 1446. Ratusan tahun silam aksara ini diciptakan agar semua orang Korea dapat menulis dan membaca secara lebih mudah.
Sejak diperkenalkan tanggal 9 Oktober 1446 aksara Hangeul ini digunakan menggantikan Aksara China yang dianggap terlalu sulit bagi rakyat biasa di Korea.
0 komentar:
Posting Komentar