JAKARTA, KOMPAS.com - Di sekolah, guru perlu memikirkan cara kreatif yang kontekstual untuk membangun rasa nyaman para pelajar dalam menjalani rutinitas sehari-hari, terutama jika ada insiden kekerasan yang melibatkan para pelajar itu sendiri. Hal ini yang coba dibangun di tengah-tengah ratusan siswa SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 pascatawuran berdarah antarpelajar kedua skolah ini hingga menewaskan Alawy Yusianto Putra, akhir September lalu.
Ketika hendak menerima pelatihan Emotional & Spiritual Quotient (ESQ), Kamis lalu, para pelajar ini diajak untuk menarikan gaya yang tengah populer dari Korea Selatan, Gangnam Style. Tarian ini menjadi pembuka kegiatan pelatihan.
Menurut Direktur Humas ESQ Learning Center, Muhammad Hasanuddin Thoyieb, anak-anak sengaja diajak menari untuk membentuk rasa kebersamaan di dalam kelas pelatihan yang digelar di gedung ESQ Menara 165 di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, itu.
"Yang sedang dilakukan tadi adalah membangun rasa nyaman bagi peserta agar mereka datang kesini adalah untuk bersenang-senang, biar merasa satu tim di sini," katanya.
Hasanudin menambahkan, metode tersebut juga dapat diaplikasikan di dalam kelas di ruang belajar oleh para guru. Tak hanya Gangnam Style, guru bisa kreatif memilih sarana lainnya. Diharapkan, para siswa senang dan ikhlas menerima setiap materi pelajaran.
"Kebersamaan itu penting untuk menepis ego masing-masing. Dalam dunia pendidikan hal seperti itu sudah wajar dilakukan," tambahnya.
Menurut Hasanudin, pelatihan yang diikuti oleh para siswa kelas X itu memang diharapkan mendorong pembentukan karakter anak sehingga tumbuh sebagai anak yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga moral dan akhlak.
Hasanudin menyebutkan ada tiga kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan. Sayangnya, kecenderungan kita masih mengedepankan metode untuk menggali nilai intelektualitas semata, sedangkan untuk membangun modal kompetensi nilai emosi dan spiritual masih rendah. Karena itu, dia berharap, pelaksanaan ESQ sampai dengan hari kedua dapat menjadikan peserta menjadi pribadi yang utuh.
Editor :
Caroline Damanik
0 komentar:
Posting Komentar