Home » » Membangun Kepekaan Guru Lewat Festival Humaniora

Membangun Kepekaan Guru Lewat Festival Humaniora

Written By Dino Cerata on Jumat, 02 November 2012 | 07.00

KOMPAS.com - Edukasi
News and Service // via fulltextrssfeed.com
Membangun Kepekaan Guru Lewat Festival Humaniora
Nov 2nd 2012, 14:00

JAKARTA, KOMPAS.com -- Guru-guru yang insipratif, imajinatif, serta menyentuh hati, emosi, dan perasaan siswa dalam proses pendidikan di sekolah semakin luntur. Untuk itu, kepekaan guru Indonesia perlu dibangun kembali dengan menggairahkan pendidikan tentang kemanusiaan lewat Festival Humaniora yang dilaksanakankan Lembaga Fajar Pendidikan.

Para guru disertakan dalam lomba pendidikan nilai melalui sastra, lomba membuat blog, dan lomba bercerita. Ada enam guru yang masuk final lomba bercerita dipentaskan di Taman Ismail Marzuki di Jakarta, Jumat (2/11/2012) malam.

"Kalau sekadar lomba tidak akan bermakna. Guru-guru diberi workshop dan dibantu untuk memahami refleksi pedagogi dengan memanfaatkan sastra. Kami harapkan guru nanti bisa meresapi dan mengubah cara pembelajarannya di sekolah, kata Adi Kurdi, seniman yang merupakan salah satu juri.

E Baskoro Poedjinoegroho, pembina Kolose Kanisius, menyebutkan bahwa Festival Humaniora diikuti guru beragam mata pelajaran dari 35 SMA katolik di Jakarta untuk mengasah kepekaan memanusiakan siswa dalam pendidikan. Adapun pementasan yang oleh guru untuk mengajak masyarakat memuliakan profesi guru demi pendidikan yang mengedepankan kemanusiaan.

"Pendidikan yang terlalu mementingkan ujian belaka tidak akan menyeleaikan masalah. Karena itu, humaniora atau studi kemanusiaan haruslah kita bangkitkan kembali. Sebab, tujuan utama pendidikan sebenarnya bukan hanya untuk menghasilkan tukang, insinyur, dan lain-lain. Akan tetapi, pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia lebih manusiawi," kata Baskoro.

Joko Pinurbo, pelaku sastra, mengatakan bahwa kecenderungan dunia pendidikan saat ini mengutamakan untuk membangun kecerdasan pikiran. Akan tetapi, aspek pendidikan untuk menciptakan pribadi yang arif dan bijaksana pada diri siswa dengan olah batin dan spiritualitas luntur.

"Guru kehilangan ruang untuk mengolah batin. Akibatnya, para guru mengajar seperti mekanik, tidak memiliki penghayatan, penjiwaan, dan memahami tiap pribadi siswa saat menjalankan tugasnya sebagai pendidik," kata Joko.

Menurut Joko, dengan memberi pelatihan kepada guru untuk menghayati seni dan sastra, para guru diharapkan bisa mengajar dengan cara menginspirasi. "Kemampuan ini tidak hanya untuk guru bahasa Indonesia. Dalam lomba ini, guru dari mata pelajaran lain, termasuk yang guru eksakta, ternyata bisa mempelajari keterampilan ini," kata Joko.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Artikel pendidikan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger